PONTIANAK – Rutinitas
nasional tahunan berupa Ujian Nasional harus sudah tidak ada keluhan
lagi selain mempersiapkan diri. Peserta didik memfokuskan diri untuk
mempertaruhkan ilmu yang diperolehnya di SD, SMP, dan SMA.
“Ujian
Nasional yang rutin setiap tahun sudah semestinya disiapkan oleh siswa.
Kebanyakan siswa tidak bisa menjawab soal bukan karena tidak tahu.
Melainkan tidak siap dan gugup duluan,” ungkap Dekan FKIP Untan Dr
Aswandi, menjawab Equator, Minggu (26/2).
Siswa
harus mempersiapkan diri sebaik mungkin tidak saja sudah dekat mau
ujian. Sejak masuk sekolah, kelas satu, dua, sampai tiga harus selalu
berusaha yang terbaik. Sehingga nilai rapor baik dan nilai ujian
nasional juga baik.
“Untuk
suksesnya pelaksanaan ujian, biasanya semua guru sudah menginformasikan
kepada para anak didiknya. Karena soal Ujian Nasional merujuk pada
Standar Kelulusan (SKL) yang sudah ditentukan. Jadi guru hanya tinggal
mengarahkan siswa,” jelasnya.
Selain
guru peran orang tua juga sangat penting untuk mengarahkan anaknya
supaya mau belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin, jangan
dihabiskan hanya untuk bermain dan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Siap
menurut Aswandi tidak hanya pada penguasaan materi saja. Yang paling
penting mental dan tentu saja kesehatan yang prima perlu diperhatikan.
“Perlu
diperhatikan, ke depan mulai dari tahun 2013, tes masuk ke perguruan
tinggi negeri tidak lagi lewat Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SMPTN). Calon mahasiswa diundang ke sekolah-sekolah oleh perguruan
tinggi. Siapa yang lolos akan dilihat dari nilai rapor dan hasil Ujian
Nasionalnya,” kata Aswandi.
Aswandi
mengingatkan, 60 persen mahasiswa yang diterima melalui jalur undangan.
Kalau tidak bisa bersaing, tidak bisa masuk perguruan tinggi.
“Tetapi
jika tidak bisa bersaing di jalur undangan, calon mahasiswa masih punya
peluang sebesar 40 persen melalui jalur mandiri,” tuturnya.
Kepala
Sekolah SMKN 2 Pontianak Drs Zamzinur mengartikan siap adalah gabungan
pembinaan guru, orang tua, dan siswa. Pihak sekolah mengundang seluruh
orang tua siswa yang akan mengikuti UN. Disosialisasikan bagaimana
pelaksanaan ujian dan sistem penilaiannya. Dengan demikian orang tua
berperan dalam mendorong anaknya untuk tetap belajar.
“Kalau
sudah siap secara pengetahuan, diharapkan juga fisik dan mentalnya juga
siap. Persiapan mental dengan mengadakan zikir bersama. Semua
diserahkan kepada Allah apa pun hasilnya. Sehingga siswa bisa
melaksanakan ujian nasional dengan kesiapan yang maksimal,” jelasnya.
Koordinator
Pengawas sekaligus Ketua Sekretariat Panitia Ujian Nasional Disdik
Kalimantan Barat Drs Paimin Slamet mengatakan bahwa UN bertujuan antara
lain untuk mengukur pencapaian standar kompetensi kelulusan peserta
didik secara nasional sebagai hasil dari proses pembelajaran. Sekaligus
untuk memetakan tingkat pencapaian hasil belajar siswa pada tingkat
sekolah dan daerah.
“Untuk
itu pun diharapkan dari semua stakeholder dalam melaksanakan ujian
nasional nanti benar-benar menjaga UN secara murni tanpa adanya
kecurigaan dari masyarakat maupun pihak lain. Baik akan kecurangan
maupun kebocoran soal,” kata Paimin kepada Equator, Sabtu (25/2).
Orang
tua, diingatkan Paimin, sangat penting peranannya membuat anak fokus
dan tidak takut menghadapi ujian. Jangan sampai anak-anak dibiarkan
keluar tengah malam. “Juga, pemilik usaha tempat hiburan maupun warnet
dapat mengerti situasi dan kondisi anak-anak yang akan melaksanakan
ujian nasional,” ingatnya.
Pantau aktivitas
Sebagai
barometer, Kota Pontianak menjadi taruhan kelulusan siswa tertinggi di
Kalbar. Tak heran, kalau Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak Drs H
Mulyadi MSi segera mengumpulkan seluruh guru yang mengajar di kelas enam
SD dan tiga SMP serta SMA.
Komunikasi
dua arah penting, untuk memantau aktivitas dan perkembangan siswa di
sekolah. Langkah ini juga dinilai jitu untuk membatasi aktivitas anak di
luar jam belajar.
“Ada
anak yang bilang sama orang tuanya ikut les di sekolah. Ternyata begitu
les selesai mampir dahulu ke warnet. Atau mungkin izinnya pergi les
tidak tahunya main game. Kalau guru tidak punya nomor kontak orang tua,
begitu juga sebaliknya. Peluang anak mampir tertutup,” ucapnya.
Pertemuan
juga penting untuk mengingatkan sekolah, supaya tidak menghambat para
peserta didik yang akan mengikuti ujian nasional (UN). “Saya tidak mau
dengar, peserta didik tidak ikut ujian karena terhambat persoalan
administrasi. Saya akan berikan teguran pada sekolah. Sebab bagaimanapun
sekolah harus mengikutkan anak didiknya UN terlebih dahulu,” ujar
Mulyadi.
Beda
persoalannya, peserta didik tidak bisa mengikuti UN karena sakit. Namun
bila memang masih bisa, tentu tetap harus mengikuti pelaksanaan UN.
“Kalau memang sudah koma apa boleh buat. Tapi kalau sakit, masih bisa
bangun jelas harus ikut UN,” tuturnya.
Sikap
tegas diberikan pada para kepala sekolah yang menghambat siswanya
mengikuti UN, karena sukses atau tidaknya pelaksanaan UN sepenuhnya
berada di sekolah. “Pelaksanaan try out saja kita serahkan pada sekolah.
Tujuannya agar sekolah bisa mengetahui sejauh mana kemampuan siswa,
termasuk melihat kekurangannya,” terangnya.
Di
sisi lain, Mulyadi berharap semua pihak tidak berpikir peserta didik,
guru, atau sekolah akan berbuat curang. “Kita harus percaya dengan
kejujuran seorang anak. Karena kondisi sekarang sudah jauh berbeda
dengan dahulu. Sekarang kita mengacu pada kualitas, karena kuantitas 100
persen bagi kita nomor dua,” yakinnya.
Diakui
Mulyadi, kemampuan siswa dapat dilihat dari kompetensi minimal yang
ditetapkan sekolah. Bila sekolah menetapkan kompetensi minimal 75
persen, lalu siswa bisa mencapainya, artinya anak itu sudah bisa
dibilang bisa berhasil dalam UN nanti. Sebab nilai minimal UN hanya 5,5.
“Pemahaman
siswa terhadap materi lebih menjamin, siswa siap mengikuti UN.
Ketimbang melihat hasil tryout. Karena belum tentu soal yang di tryout
dengan UN sama. Tapi kalau siswanya paham dengan materi yang
disampaikan, saya yakin mereka tidak akan sulit mengerjakan soal UN,”
jabarnya.
Kendati
begitu, Mulyadi mengakui, penetapan kompetensi minimal memang masih
dilakukan secara bertahap. Namun dengan membuat kompetensi minimal,
setidaknya bisa memonitor kemampuan setiap siswa. “Kita tahu siswa lemah
di mana, ya itu yang harus diperkuat bukan lainnya,” ucapnya.
Kembali
pada anak yang bermain game, Mulyadi mengakui, sudah berkoordinasi
dengan Satpol PP Kota Pontianak untuk melakukan razia. Ia juga meminta
para pengelola warnet memberikan semacam imbauan bagi para konsumen.
Termasuk tidak melayani konsumen yang bermain masih menggunakan seragam
sekolah.
“Bagaimanapun
kepedulian pelaku usaha penting menyukseskan UN. Makanya kita minta
inisiatif mereka, untuk membatasi konsumen yang menggunakan fasilitas
warnet,” terangnya.
Mulyadi
juga mengingatkan, para guru hendaknya senantiasa memantau aktivitas
peserta didiknya dengan menghubungi orang tua murid. Langkah ini
tergolong jitu untuk memotivasi peserta didik.