468x60 Ads


Jumat, 29 November 2013

Ujian Nasional Siapkan Mental

PONTIANAK – Rutinitas nasional tahunan berupa Ujian Nasional harus sudah tidak ada keluhan lagi selain mempersiapkan diri. Peserta didik memfokuskan diri untuk mempertaruhkan ilmu yang diperolehnya di SD, SMP, dan SMA.
“Ujian Nasional yang rutin setiap tahun sudah semestinya disiapkan oleh siswa. Kebanyakan siswa tidak bisa menjawab soal bukan karena tidak tahu. Melainkan tidak siap dan gugup duluan,” ungkap Dekan FKIP Untan Dr Aswandi, menjawab Equator, Minggu (26/2).
Siswa harus mempersiapkan diri sebaik mungkin tidak saja sudah dekat mau ujian. Sejak masuk sekolah, kelas satu, dua, sampai tiga harus selalu berusaha yang terbaik. Sehingga nilai rapor baik dan nilai ujian nasional juga baik.
“Untuk suksesnya pelaksanaan ujian, biasanya semua guru sudah menginformasikan kepada para anak didiknya. Karena soal Ujian Nasional merujuk pada Standar Kelulusan (SKL) yang sudah ditentukan. Jadi guru hanya tinggal mengarahkan siswa,” jelasnya.
Selain guru peran orang tua juga sangat penting untuk mengarahkan anaknya supaya mau belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin, jangan dihabiskan hanya untuk bermain dan hal-hal yang tidak bermanfaat.
Siap menurut Aswandi tidak hanya pada penguasaan materi saja. Yang paling penting mental dan tentu saja kesehatan yang prima perlu diperhatikan.
“Perlu diperhatikan, ke depan mulai dari tahun 2013, tes masuk ke perguruan tinggi negeri tidak lagi lewat Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN). Calon mahasiswa diundang ke sekolah-sekolah oleh perguruan tinggi. Siapa yang lolos akan dilihat dari nilai rapor dan hasil Ujian Nasionalnya,” kata Aswandi.
Aswandi mengingatkan, 60 persen mahasiswa yang diterima melalui jalur undangan. Kalau tidak bisa bersaing, tidak bisa masuk perguruan tinggi.
“Tetapi jika tidak bisa bersaing di jalur undangan, calon mahasiswa masih punya peluang sebesar 40 persen melalui jalur mandiri,” tuturnya.
Kepala Sekolah SMKN 2 Pontianak Drs Zamzinur mengartikan siap adalah gabungan pembinaan guru, orang tua, dan siswa. Pihak sekolah mengundang seluruh orang tua siswa yang akan mengikuti UN. Disosialisasikan bagaimana pelaksanaan ujian dan sistem penilaiannya. Dengan demikian orang tua berperan dalam mendorong anaknya untuk tetap belajar.
“Kalau sudah siap secara pengetahuan, diharapkan juga fisik dan mentalnya juga siap. Persiapan mental dengan mengadakan zikir bersama. Semua diserahkan kepada Allah apa pun hasilnya. Sehingga siswa bisa melaksanakan ujian nasional dengan kesiapan yang maksimal,” jelasnya.
Koordinator Pengawas sekaligus Ketua Sekretariat Panitia Ujian Nasional Disdik Kalimantan Barat Drs Paimin Slamet mengatakan bahwa UN bertujuan antara lain untuk mengukur pencapaian standar kompetensi kelulusan peserta didik secara nasional sebagai hasil dari proses pembelajaran. Sekaligus untuk memetakan tingkat pencapaian hasil belajar siswa pada tingkat sekolah dan daerah.
“Untuk itu pun diharapkan dari semua stakeholder dalam melaksanakan ujian nasional nanti benar-benar menjaga UN secara murni tanpa adanya kecurigaan dari masyarakat maupun pihak lain. Baik akan kecurangan maupun kebocoran soal,” kata Paimin kepada Equator, Sabtu (25/2).
Orang tua, diingatkan Paimin, sangat penting peranannya membuat anak fokus dan tidak takut menghadapi ujian. Jangan sampai anak-anak dibiarkan keluar tengah malam. “Juga, pemilik usaha tempat hiburan maupun warnet dapat mengerti situasi dan kondisi anak-anak yang akan melaksanakan ujian nasional,” ingatnya.
Pantau aktivitas
Sebagai barometer, Kota Pontianak menjadi taruhan kelulusan siswa tertinggi di Kalbar. Tak heran, kalau Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak Drs H Mulyadi MSi segera mengumpulkan seluruh guru yang mengajar di kelas enam SD dan tiga SMP serta SMA.
Komunikasi dua arah penting, untuk memantau aktivitas dan perkembangan siswa di sekolah. Langkah ini juga dinilai jitu untuk membatasi aktivitas anak di luar jam belajar.
“Ada anak yang bilang sama orang tuanya ikut les di sekolah. Ternyata begitu les selesai mampir dahulu ke warnet. Atau mungkin izinnya pergi les tidak tahunya main game. Kalau guru tidak punya nomor kontak orang tua, begitu juga sebaliknya. Peluang anak mampir tertutup,” ucapnya.
Pertemuan juga penting untuk mengingatkan sekolah, supaya tidak menghambat para peserta didik yang akan mengikuti ujian nasional (UN). “Saya tidak mau dengar, peserta didik tidak ikut ujian karena terhambat persoalan administrasi. Saya akan berikan teguran pada sekolah. Sebab bagaimanapun sekolah harus mengikutkan anak didiknya UN terlebih dahulu,” ujar Mulyadi.
Beda persoalannya, peserta didik tidak bisa mengikuti UN karena sakit. Namun bila memang masih bisa, tentu tetap harus mengikuti pelaksanaan UN. “Kalau memang sudah koma apa boleh buat. Tapi kalau sakit, masih bisa bangun jelas harus ikut UN,” tuturnya.
Sikap tegas diberikan pada para kepala sekolah yang menghambat siswanya mengikuti UN, karena sukses atau tidaknya pelaksanaan UN sepenuhnya berada di sekolah. “Pelaksanaan try out saja kita serahkan pada sekolah. Tujuannya agar sekolah bisa mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, termasuk melihat kekurangannya,” terangnya.
Di sisi lain, Mulyadi berharap semua pihak tidak berpikir peserta didik, guru, atau sekolah akan berbuat curang. “Kita harus percaya dengan kejujuran seorang anak. Karena kondisi sekarang sudah jauh berbeda dengan dahulu. Sekarang kita mengacu pada kualitas, karena kuantitas 100 persen bagi kita nomor dua,” yakinnya.
Diakui Mulyadi, kemampuan siswa dapat dilihat dari kompetensi minimal yang ditetapkan sekolah. Bila sekolah menetapkan kompetensi minimal 75 persen, lalu siswa bisa mencapainya, artinya anak itu sudah bisa dibilang bisa berhasil dalam UN nanti. Sebab nilai minimal UN hanya 5,5.
“Pemahaman siswa terhadap materi lebih menjamin, siswa siap mengikuti UN. Ketimbang melihat hasil tryout. Karena belum tentu soal yang di tryout dengan UN sama. Tapi kalau siswanya paham dengan materi yang disampaikan, saya yakin mereka tidak akan sulit mengerjakan soal UN,” jabarnya.
Kendati begitu, Mulyadi mengakui, penetapan kompetensi minimal memang masih dilakukan secara bertahap. Namun dengan membuat kompetensi minimal, setidaknya bisa memonitor kemampuan setiap siswa. “Kita tahu siswa lemah di mana, ya itu yang harus diperkuat bukan lainnya,” ucapnya.
Kembali pada anak yang bermain game, Mulyadi mengakui, sudah berkoordinasi dengan Satpol PP Kota Pontianak untuk melakukan razia. Ia juga meminta para pengelola warnet memberikan semacam imbauan bagi para konsumen. Termasuk tidak melayani konsumen yang bermain masih menggunakan seragam sekolah.
“Bagaimanapun kepedulian pelaku usaha penting menyukseskan UN. Makanya kita minta inisiatif mereka, untuk membatasi konsumen yang menggunakan fasilitas warnet,” terangnya.
Mulyadi juga mengingatkan, para guru hendaknya senantiasa memantau aktivitas peserta didiknya dengan menghubungi orang tua murid. Langkah ini tergolong jitu untuk memotivasi peserta didik. 



Sameera ChathurangaPosted By Sameera Chathuranga

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat contact me

Thank You

0 komentar:

Posting Komentar